Kajian Tatanan Bentuk Arsitektur Simbolis Pada Pengembangan Museum Trinil Di Kabupaten Ngawi

Rizal Denariyan Sudibyo, Ika Ratniarsih, Sigit Hadi Laksono

Sari


Abstrak. Ngawi Regency is a place of ancient sites whose existence is less known by the public. Due to the lack of supporting facilities for the Trinil Museum which holds a lot of ancient history. The development at the Trinil Museum is needed to make the museum run optimally and become a big icon for Ngawi Regency. The method used to compile this report is the descriptive method in which there are literary case studies and field case studies by comparing and making references to the development plan. The location of the Trinil Museum which will be developed is in Kawu Village, Kec. Kedunggalar, Ngawi Regency, East Java. The land area on the site reaches ± 15,000 m2 (1.5 hectares), borders with Bengawan Solo, forest and community settlements in Kawu Village. Facilities that will be added to the design object are Main Facilities: Exhibition and Education Building Facilities, Entertainment Facilities, Archeological Facilities, Supporting Facilities: Management Building Facilities, Restaurant and Cafe Facilities, Meeting Facilities, Lodging Facilities, Outbound Facilities, Service Facilities (Toilets, EEC, Warehouse, Loading Dock, Drop Off). The theme used for this design is symbolic, symbolic here uses a disguised metaphor where the manifestation is disguised so that people who see the object think and have their own point of view, where the process is by adapting / integrating with the surrounding environment and taking different forms. characterizes the Ngawi area with an emphasis on ancient accents. The application of the theme to the land arrangement is a form of circulation such as bones, the application of the theme to the shape is on the roof using the roof found in the area with the addition of ancient shapes and textures such as stones and bones, the application of the theme to the space is the emphasis of stone accents and the color of stone and wood. The benefit of designing this object is to make the Trinil Museum run even more optimally, to provide a forum for research and people who want to study archeology and to make it a great icon for Ngawi Regency.Keywords: Museum, Ngawi, Development, Symbolic, Trinil 

Abstrak. Kabupaten Ngawi adalah tempat situs purba yang keberadaannya kurang diketahui oleh khalayak ramai. Dikarenakan kurangnya fasilitas penunjang terhadap Museum Trinil yang menyimpan banyak ilmu sejarah purbakala. Pengembangan di Museum Trinil diperlukan guna menjadikan museum tersebut berjalan secara maksimal dan menjadi suatu ikon yang besar untuk Kabupaten Ngawi. Metode yang di gunakan untuk menyusun laporan ini adalah Metode Deskriptif dimana dalam metode tersebut terdapat Studi Kasus Literatur dan Studi Kasus Lapangan dengan membandingkan dan menjadikan referensi untuk rencana pengembangan tersebut. Lokasi Museum Trinil yang akan dikembangkan berada di Desa Kawu, Kec. Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Luas Lahan pada tapak mencapai  ±15.000 m2 (1,5 Hektar), Berbatasan dengan Bengawan Solo, Hutan dan pemukiman warga Desa Kawu. Fasilitas yang akan ditambahkan pada objek rancangan tersebut yaitu Fasilitas Utama : Fasilitas Gedung Pameran dan Edukasi,  Fasilitas Hiburan, Fasilitas Arkeologi, Fasilitas Penunjang : Fasilitas Gedung Pengelola, Fasilitas Restoran dan Kafe, Fasilitas Pertemuan, Fasilitas Penginapan, Fasilitas Outbond, Fasilitas Servis (Toilet, MEE,Gudang,Loading Dock, Drop Off). Tema yang digunakan untuk rancangan ini adalah simbolis, simbolis disini menggunakan metafora tersamar dimana perwujudannya dengan cara disamarkan agar orang yang melihat obyek tersebut berfikir dan memiliki sudut pandang masing-masing, dimana prosesnya dengan cara adapatasi/ menyatu dengan lingkungan sekitar dan mengambil bentuk-bentuk yang menjadi ciri khas daerah Ngawi dengan penekanan aksen purbakala. Penerapan tema pada tatanana lahan adalah bentuk sirkulasi seperti tulang, penerapan tema pada bentuk adalah pada atap menggunakan atap yang terdapat pada daerah tersebut dengan ditambah bentuk dan tekstur purba seperti bebatuan dan tulang, penerapan tema pada ruang adalah penekanan aksen bebatuan dan warna batu dan kayu. Manfaat dari perancangan objek ini yaitu agar Museum Trinil berjalan lebih maksimal lagi, memberikan wadah untuk penelitian dan orang yang ingin belajar ilmu kepurbaan dan menjadikan suatu ikon yang besar untuk Kabupaten Ngawi.

Kata kunci: Museum, Ngawi, Pengembangan, Simbolis, Trinil


Kata Kunci


Museum; Ngawi; Pengembangan; Simbolis; Trinil

Teks Lengkap:

PDF

Referensi


Asy’ari, A. H., M., & Nirwansyah, R. (2013). Metafora Akselerasi Dalam Objek Rancang Sirkuit Balap Drag Nasional. Jurnal Sains dan Seni ITS, 2(2), G-138-G-141.

Arrumaisa, N., & Suryawan, W. A. (2014). Pendekatan Rancang Metafora dalam Perancangan Kafe dan Karaoke. Jurnal Sains Dan Seni POMITS, 3(2), 57–59. https://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/download/6724/2054

De Chiara, J., & Callender, J. (1980). Time-Saver Standards for Building Types. In McGraw-Hill;

Neuvert, E. (1999). Data Arsitek Jilid 2 Edisi 33. Erlangga, Jakarta.

Prihutama, M., & Ashadi. (2020). Kajian Konsep Arsitektur Metafora pada Bangunan Bertingkat Tinggi. Jurnal Arsitektur Zonasi, 3(2), 220–232. https://doi.org/doi.org/10.17509/jaz.v3i2.25057

Shauma Eska Pranata, Amanati, R., & Firzal, Y. (2017). Mall di Kota Dumai gengan Pendekatan Arsitektur Postmodern Metafora. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik Dan Sains, 4(2). https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFTEKNIK/article/download/16903/16320




DOI: https://doi.org/10.31284/j.tekstur.2021.v2i1.1517

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.