Konsep Green Iconic pada Rancangan Bentuk Hunian Vertikal di Pusat Kota Surabaya

Rizal Firmansyah, Failasuf Herman Hendra, Suci Ramadhani

Sari


Pesatnya pembangunan di kota besar seperti Kota Surabaya ini mengakibatkan tingginya tingkat kepadatan penduduk di permukiman. Tingginya aktivitas antropogenik pada permukiman menyebabkan potensi meningkatnya pemanasan global juga semakin tinggi. Guna menekan dampak pemanasan global pada hunian, langkah yang dapat ditempuh adalah dengan menerapkan eco-living atau biasa dikenal dengan gaya hidup ramah lingkungan. Pendekatan Arsitektur Bioklimatik digunakan untuk memecahkan masalah perancangan hunian kaum millenial sehingga didapatkan kenyamanan bermukim. Pendekatan Arsitektur Bioklimatik dipilih karena berkaitan dengan gaya hidup eco-living dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup manusia.
Perancangan “Eco-Urban Living untuk Generasi Millenial di Kota Surabaya” ini dilakukan melalui serangkaian tahapan mulai dari identifikasi, studi kasus, pemrograman hingga dihasilkan konsep dasar rancangan. Pendekatan tema Arsitektur Bioklimatik selanjutnya melandasi ditetapkannya konsep bentuk “Green Iconic”, konsep ruang “Open Space”, konsep tatanan lahan “Ecological”.
Konsep bentuk “Green Iconic” diaplikasikan pada rancangan bangunan dengan fasad yang tidak rata membentuk shade & screen untuk menaungi dirinya dari paparan radiasi matahari. Konsep ruang “Open Space diaplikasikan pada konfigurasi ruang secara fleksibel dan terbuka untuk memaksimalkan fungsi dan penghawaan dalam ruangan. Konsep tatanan lahan “Ecological” diterapkan pada pengolahan tata lahan dengan memaksimalkan kebutuhan akan ruang terbuka hijau.

Kata Kunci


Arsitektur Bioklimatik; Millenial; Eco-Living; Green Iconic; Open Space; Ecological

Teks Lengkap:

PDF

Referensi


Christiani, C. (2014). Analisis Dampak Kepadatan Penduduk Terhadap Kualitas Hidup Masyarakat Provinsi Jawa Tengah. 102–114.

Damarjati, Khrisna. Andria Nirawati, Maya. Heru Purnomo, A. (2021). Penerapan Arsitektur Bioklimatik pada Hotel Resor Pegunungan di Tawangmangu Karanganyar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Arsitektur, 4(2), 693–702.

Dewangga, F., & Purwanita, B. D. (2016). Pendekatan Arsitektur Bioklimatik Pada Bangunan Pesisir. Jurnal Sains Dan Seni Its, 5(2), 184–187.

Handoko, J. P. S., & Ikaputra, I. (2019). Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik Pada Iklim Tropis. Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, 6(2), 87. https://doi.org/10.26418/lantang.v6i2.34791

Haraldsson, H. V., Ranhagen, U., & Sverdrup, H. (2001). Is eco-living more sustainable than conventional living? Comparing sustainability performances between two townships in Southern Sweden. Journal of Environmental Planning and Management, 44(5), 663–679. https://doi.org/10.1080/09640560120079966

Hendra, F. H., Antariksa, A., Nugroho, A. M., & Leksono, A. S. (2022). A Review of Bioclimatic Housing Performance in Kampung Surabaya Using Response Surface Methodology. Civil Engineering and Architecture, 10(4), 1293–1302. https://doi.org/10.13189/cea.2022.100405

Laksmitasari, R., & Arum, R. (2017). Pendekatan Arsitektur Bioklimatik. Jurnal Desain, 05(1), 44–54.

Mukaromah, H. (2022). Pro Kontra Terhadap Kebijakan Tata Kota. 2(2), 1–11.

Siradjuddin, M. Y., Idawarni, I., & Yusuf, M. (2018). Konsep Eco-living sebagai Wujud Permukiman Berkelanjutan di Kawasan Wisata Benteng Sombaopu, Gowa. F051–F056. https://doi.org/10.32315/ti.7.051




DOI: https://doi.org/10.31284/j.tekstur.2022.v3i2.3341

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.