Asrama Mahasiswa Nusantara dengan Pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular di Surabaya, Jawa Timur

Miftahul Rahmawati, Wiwik Widyo Widjajanti, Ika Ratniarsih

Abstract


Di Samarinda terdapat Kampung Wisata Tenun yang merupakan permukiman rumah pengrajin dengan gaya arsitektur yang tidak tematik dan khas. Beberapa bangunan menggunakan gaya arsitektur vernakular Dayak dan Bugis namun tidak memiliki unity yang baik. Hal tersebut membuat aspek pariwisata menjadi kurang menarik minat wisatawan dan berdampak pada menurunnya aspek ekonomi pada penjualan sarung tenun khas Kalimantan Timur.
Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan Penerapan Arsitektur Postmodern pada Bentuk Bangunan Pusat Cenderamata Sarung Tenun Khas Kalimantan Timur di Samarinda sebagai wadah pelestarian, pariwisata, serta pusat komersil bagi sarung tenun khas Kalimantan Timur yang dapat menampilkan suasana baru bagi masyarakat dan wisatawan. Bangunan cenderamata sarung tenun harus mencerminkan kedaerahan dari lingkungan setempat serta dituntut untuk menampilkan daya tarik komersil. Asrama Mahasiswa Nusantara ini mengambil konsep dengan tema Arsitektur Neo-Vernacular yang bertujuan untuk menampilkan beberapa ornamen yang ada di beberapa rumah adat di Indonesia. Menurut Leon Krier [2], Arsitektur Neo Vernakular, tidak selalu menerapkan elemen-elemen yang diterapkan di bentuk modern, tetapi juga sebagai elemen non fisik seperti budaya, pola pikir, kepercayaan, tata letak dll. Bangunan merupakan suatu kebudayaan seni yang mengalami pengulangan dari jumlah tipe yang terbatas dan penyesuaian dari iklim lokal, material, serta adat istiadat.

Full Text:

PDF

References


Soeharto, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1981 Tentang Pembangunan Asrama Mahasiswa Untuk Perguruan Tinggi Di Seluruh Indonesia. 1984.

L. Krier, D. A. Thadani, and P. J. Hetzel, The architecture of community. Washington, DC: Island Press, 2009.

R. Diningrat Khan and R. Wulandari, “Studi Komparasi Fasilitas dan Standar Asrama di Indonesia: Studi Kasus 5 Universitas,” Idealog Ide Dan Dialog Desain Indones., vol. 1, no. 2, p. 193, Jul. 2017, doi: 10.25124/idealog.v1i2.852.

Nuryanto, Arsitektur Nusantara: Pengantar Pemahaman Arsitektur Tradisional Indonesia, Cetakan pertama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2019.

Y. S. Yankovskaya and A. V. Merenkov, “Image and Morphology in Modern Theory of Architecture,” IOP Conf. Ser. Mater. Sci. Eng., vol. 262, p. 012134, Nov. 2017, doi: 10.1088/1757-899X/262/1/012134.

J. C. Snyder, Pengantar Arsitektur. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989.

I. N. Gelebet and I. G. N. A. Puja, Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 2002.

A. Asteria, “Perkembangan Penataan Interior Rumah Betang Suku Dayak Ditinjau dari Sudut Budaya (Studi Kasus Rumah Tradisional Palangkaraya di Kalimantan Tengah),” Dimensi Inter., vol. 6, no. 2, p. 218040, Dec. 2008, doi: 10.9744/interior.6.2.

E. Franzia, Y. A. Piliang, and A. I. Saidi, “Rumah Gadang as a Symbolic Representation of Minangkabau Ethnic Identity,” Int. J. Soc. Sci. Humanity, vol. 5, no. 1, pp. 44–49, 2015, doi: 10.7763/IJSSH.2015.V5.419.

E. Schirmbeck and A. K. Onggodipuro, Gagasan, Bentuk dan Arsitektur: Prinsip-Prinsip Perancangan dalam Arsitektur Kontemporer, 2nd ed. Bandung: Intermatra, 1993.

W. W. Widjajanti, “Keberadaan dan Optimasi Ruang Terbuka Hijau bagi Kehidupan Kota,” J. ITATS, p. 7, 2010.

N. Nareswarananindya, “Eksplorasi Material Glulam pada Perancangan Shelter menggunakan Saluran Kreativitas Focus on Material,” BORDER, vol. 1, no. 2, Art. no. 2, Nov. 2019, doi: 10.33005/border.v1i2.27.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Katalog Buku Karya Dosen ITATS